fbpx
Jumat, 29 Maret 2024

 Kesehatan Mental di Era Digital

Share

Displaced Behavior Theory, ketika banyak orang menghabiskan menggunakan media sosial,  sedikit waktu interaksi sosial tatap muka, berdampak kesetan mental, inilah generasi strawberry di era digital

Oleh: Muhammad Iqbal, Ph.D

Hidayatullah.com | DALAM  beberapa bulan belakangan ini kasus bunuh diri banyak terjadi Polri melaporkan bahwa terdapat 663 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari-Juli 2023. Adapun, angka tersebut meningkat sebesar 36,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021, yaitu sebanyak 486 kasus.

Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia pada 2019.

Di kalangan remaja, kasus terbaru adalah mahasiswa bunuh diri di semarang, kasus bunuh diri ibu dan anak di Depok dan terbaru adalah kasus kematian  yang diduga bunuh diri ayah dan anak di Jakarta Utara

Fenomena ini harus menjadi perhatian pemerintah, karena kesehatan mental sangat erat kaitannya  dengan kualitas sumber daya Indonesia, biar kesehatan mental diabaikan, maka akan berdampak kepada kesehatan fisik dan kualitas SDM masa depan bangsa dimana Indonesia akan menuju Indonesia Emas pada tahun 2045

Penyebab Masalah Kesehatan Mental

Ada banyak penyebab dan faktor yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang, salah satu pemicu masalah kesehatan mental adalah internet dan media sosial, beberapa kasus di dapati bunuh diri erat kaitannya dengan perilaku anti sosial dimana pelaku menarik diri dari lingkungan dan terobsesi dengan apa yang mereka tonton di media sosial hal ini telah dibuktikan oleh ahli psikologi Coyne et al. (2020) dalam studinya selama 8 tahun terhadap subyek dewasa.

Hal ini sesuai dengan Displaced Behavior Theory bahwa orang yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggunakan media sosial memiliki lebih sedikit waktu untuk interaksi sosial tatap muka sehingga berdampak pada gangguan mental

Adiksi pornografi, judi online, game online, pinjaman online, film, belanja dan konten-konten “flexing” termasuk kekerasan telah menjadi pemicu seseorang menjadi tertekan dan depresi.

Beberapa kasus banyak remaja yang minder dan tidak percaya diri karena mereka membandingkan dirinya dengan orang di media sosial. Padahal apa yang mereka lihat belum tentu benar, karena banyak yang menipu dan berbohong, baik penampilan, kekayaan ataupun “flexing” yang memicu masyarakat untuk mendapatkan uang secara instan.

Barang-barang bermerek seperti  smartphone mahal, pakaian, kenderaan telah menjadi ukuran kesuksesan, akhirnya memicu orang untuk kayak secara “instant” termasuk melakui judi online ataupun “jual diri” atau yang dikenal dengan istilah “Open BO” untuk mendapatkan uang secara cepat dan mudah.

Disamping faktor eksternal, masalah kesehatan mental juga sangat erat kaitannya dengan “resiliensi” seseorang dalam menghadapi masalah, daya juang, tahan banting, pantang menyerah, sabar, berlapang dada serta fleksibelitas dalam menyelesaikan masalah sangat penting dalam mengurangi terjadinya masalah dengan kesehatan mental.

Istilah anak kristal atau anak strawbery yang memanjakan dengan berbagai kemudahan fasilitas (manja), pola asuh yang “over protective” serta jarang berinteraksi dengan lingkungan serta jarang berhadapan dengan masalah membuat anak-anak mudah sekali tertekan dan depresi.

Karena pola asuh orang tua yang menspesialkannya, mendidiknya seperti “raja dan ratu” yang akhirnya membuat anak dan remaja tumbuh menjadi pribadi yang rapuh dan lemah, sementara permasalahan di dunia ini semakin berat dan kompleks yang akhirnya membuat anak dan remaja tidak menjadi pribadi yang tangguh.

Terkadang orang tua dan sekolah terlalu fokus kepada kemampuan akademik, namun mengabaikan kemampuan mental dan fisik yang mengakibatkan mereka lemah dan tak berdaya bila terjadi masalah serta mudah tertekan.

Solusi dan Saran

Kampanye dan edukasi tentang  internet sehat harus menjadi edukasi wajib bagi masyarakat, karena internet ibarat pisat bermata dua. Di suatu sisi positif bagi kemajuan namun di sisi lain memiliki efek negatif termasuk dampaknya dalam kehidupan keluarga.

Kasus perselingkuhan, KDRT dan masalah adiksi pornografi menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian.  Salah satu sarananya adalah media sosial yang juga menjadi pemicu konflik rumah tangga dan berdampak bagi kesehatan mental anggota keluarga termasuk anak.

Keutuhan dan keharmonisan keluarga juga menjadi perhatian, banyak tekanan dan masalah kesehatan mental terjadi akibat konflik dan keharmonisan rumah tangga, termasuk anak-anak yang orang tuanya bercerai, untuk itu program-program menguatkan keluarga sangat diperlukan termasuk memperkuat ekonomi keluarga.

Akses akan layanan konseling bagi masyarakat sangat diperlukan, khususnya layanan konseling /Konsultas online 24 jam yang bisa mencegah terjadinya depresi dan bunuh diri di kalangan masyarat.

Peran sekolah, guru dan orang tua serta pemerintah sangat penting dalam mengkampanyekan pola hidup baik secara fisik dan mental.

Guru-guru disekolah, orang tua, rekan sebaya, tokoh masyarakat perlu dibekali dengan dasar-dasar konseling untuk bisa memberikan pertolongan pertama psikologi (Psychological First Aid) bila menemukan orang-orang yang memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya sebelum bertemu dengan psikolog dan psikiater.

WHO mendefinisikan orang yang sehat mental adalah orang yang bisa aktif dan bersosialisasi. Menurut WHO (2022) kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.

Oleh karena itu keseimbangan antara ruang nyata dan ruang maya perlu diterapkan dalam kehidupan masyarakat, program-program olah raga bersama, organsiasi sosial kemasyarakatan serta aktifitas pencinta alam, pramuka perlu mendapat perhatian agar masyarakat bisa aktif dan produktif.

Demikian juga dengan peran agama, karena keimanan dan keyakinan serta ketaatan seseorang menjalan perintah agama serta menginternalisasikan akan nilai-nilai beragama dapat memberikan ketenangan dan kedamaian.*

Penulis psikolog dan Rektor Institut Bisnis dan Komunikasi Swadaya

Sumber Klik disini

Tinggalkan Balasan

Table of contents

Read more

Berita lainnya